HERU

Mencari Solusi di Tengah Ekonomi yang Tidak Pasti

KOMPAS – Baru-baru ini, International Monetary Fund (IMF) merilis pandangan terbaru mereka soal ekonomi dunia. Laporan setebal 19 halaman itu menyertakan kata “Gloomy (suram)” dalam judulnya.

Seperti judulnya, IMF memperkirakan bahwa kondisi ekonomi dunia kemungkinan besar akan memburuk. Atas dasar itu, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,2 persen. Lebih rendah dari proyeksi mereka April lalu, sebesar 3,6 persen.

Angka itu juga jauh lebih rendah ketimbang capaian di tahun 2021. Di mana ekonomi dunia masih mampu tumbuh di atas 5 persen. Sebuah capaian positif setelah tahun sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 4,9 persen.

Lebih lanjut, dalam laporannya, IMF melihat bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia masih akan berlanjut tahun depan. Bahkan, proyeksinya hanya sebesar 2,9 persen.

IMF menyebut, memburuknya kondisi ekonomi dipicu situasi yang terjadi di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China.

Uni Eropa misalnya, dalam lima bulan terakhir, atau sejak akhir Februari menghadapi situasi sulit seiring meletusnya konflik antara Rusia dengan Ukraina.

Selain itu, melambatnya pertumbuhan ekonomi juga disebabkan sejumlah faktor lainnya. “Biaya pinjaman yang lebih tinggi, aliran kredit yang berkurang, dolar yang lebih kuat dan pertumbuhan lebih lemah akan mendorong lebih banyak negara ke dalam kesulitan,” kata Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas, dalam keterangan resminya.

Meski ekonomi melambat, IMF memprediksi inflasi global bakal tinggi. Yakni di angka 6,6 persen untuk kelompok negara maju dan 9,5 persen untuk negara-negara berkembang.

Bagaimana dengan Indonesia?

Sama dengan ekonomi global, IMF juga memangkas proyeksi mereka untuk Indonesia. Di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 diperkirakan berada di angka 5,3 persen.

Itu lebih rendah daripada proyeksi IMF pada April lalu yang menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia bakal tumbuh 5,4 persen. Sementara inflasinya akan bergerak di angka 3,3 persen.

Meski ada koreksi dari IMF, angka pertumbuhan 5,3 persen sejatinya terbilang bagus bagi Indonesia. Itu bila melihat capaian selama dua tahun sebelumnya. Di mana ekonomi Indonesia tumbuh 3,7 persen pada 2021 setelah sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 2,1 persen pada 2020.

Banyak pihak menilai Indonesia relatif tahan banting terhadap guncangan ekonomi global.

Survei Bloomberg yang memasukkan Indonesia ke dalam daftar 15 negara berpotensi resesi di 2022 pun tak terlalu merisaukan pemerintah. Selain angkanya relatif kecil (3 persen), probabilitasnya diyakini rendah.

Tapi, meski peluang resesi kecil, Pemerintah RI tetap waspada. Menambah anggaran untuk kompensasi dan subsidi energi menjadi salah satu strategi yang diambil pemerintah.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memasukkan tambahan subsidi energi dan kompensasi senilai Rp 349,9 triliun dalam Perubahan Postur APBN 2022. Rinciannya, Rp 275 triliun untuk kompensasi dan Rp 74,9 triliun untuk subsidi energi.

Tambahan itu membuat total anggaran kompensasi dan subsidi energi tahun ini membengkak menjadi Rp 502,4 triliun. Sebab, sebelumnya, dalam APBN 2022, subsidi energi dan kompensasi dipatok sebesar Rp 152,4 triliun.

Dengan subsidi dan kompensasi itu, pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga BBM, elpiji, dan tarif listrik di tengah lonjakan harga energi di dunia.

Sebab, perubahan harga BBM, elpiji maupun tarif listrik bisa berdampak langsung pada masyarakat. “Apabila berdampak pada masyarakat, dikhawatirkan akan mengguncang sisi inflasi. Seperti yang terjadi di beberapa negara di dunia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (27/07/2022).

Selain soal energi, pemerintah juga harus mewaspadai krisis yang mungkin terjadi pada sektor pangan. Seperti diketahui, dalam beberapa bulan belakangan, rantai pasokan bahan pangan dunia juga mengalami gangguan.

Komoditi gandum misalnya. Selama ini, banyak negara, termasuk Indonesia banyak mengimpor gandum dari Ukraina. Tapi, invasi yang dilakukan Rusia mengganggu produksi dan distribusi gandum Ukraina.

Masalah diperparah dengan kebijakan Pemerintah India yang menyetop ekspor gandum mereka. Tujuannya, India ingin memprioritaskan kebutuhan domestiknya seiring kegagalan panen gandum sebagai dampak gelombang panas beberapa wkatu lalu.

Institute of Development on Economics and Finance (Indef) memperkirakan, inflasi pangan yang biasanya di kisaran 3 persen bakal meningkat di atas 6 persen.

“Kenaikan harga pangan, khususnya komoditas impor, juga dipengaruhi oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ketika nilai tukar rupiah rendah, biaya impor bertambah tinggi,” kata Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad.

Dia lantas mengusulkan sejumlah cara untuk mencegah terjadinya inflasi pangan. Mulai dari melakukan diversifikasi negara importir, meningkatkan subsidi benih dan pupuk, hingga meningkatkan kemandirian pangan lokal demi mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa semua pihak harus siap menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi di masa mendatang. “Satu persoalan belum rampung, muncul persoalan yang besar lain,” kata Jokowi saat membuka Rakernas V Projo di Magelang, Mei lalu.

“Harus saya sampaikan apa adanya. Semua negara sekarang ini tidak mudah. Negara kita sendiri juga sama. Tidak gampang menghadapi persoalan besar,” sambungnya.

Jokowi lalu menyampaikan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendirian untuk mengatasi berbagai masalah yang ada. Artinya, perlu ada kolaborasi atau dukungan dari berbagai kalangan. Baik itu pelaku ekonomi, akademisi, hingga masyarakat.

Upaya mengkolaborasikan berbagai sektor itu salah satunya dilakukan Kompas lewat Kompas100 CEO Forum ke-13 Powered by East Ventures. Event ini berlangsung mulai bulan Agustus hingga Desember 2022.

Kompas100 CEO Forum ke-13 Powered by East Ventures terbagi dalam beberapa rangkaian acara. Mulai dari CEO Talks yang menghadirkan sejumlah CEO Representative untuk berbicara tentang program-program dan rencana perusahaan mereka masing-masing, hingga CEO on Stage yang menjadi ruang dialog antara CEO dengan anak-anak muda di perguruan tinggi.

Puncaknya, pada 30 November 2022, Kompas100 CEO Forum akan menghadirkan Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju.