Pre-Event Kompas 100 CEO Forum 2018: Finance & Investment Talk

Indonesia Ramah Investasi: Menggali Potensi Sumber Pendanaan

Pengantar

Keberhasilan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak reformasi menunjukan hasil yang memuaskan. Sejak reformasi hingga 2016, Indonesia telah menjadi negara peringkat ke-16 perekonomian terbesar di dunia. Pada 2030, Bank Dunia memprediksi Indonesia akan menduduki peringkat ke-10 negara perekonomian terbesar di dunia.

Menurut Kementerian Perindustrian, kunci mesin pertumbuhan agar Indonesia dapat mencapai peringkat ke-30 perekonomian terbesar di dunia adalah Ekspor Netto. Tetapi, berbagai macam tantangan dan pekerjaan rumah harus dibenahi terlebih dahulu; mulai dari peningkatan aspek teknis operasional usaha seperti efisiensi berbasis kualitas produk atau jasa yang baik, penguasaan teknologi terbarukan, pembenahan kebijakan pemerintah agar tidak tumpang tindih, peningkatan regulasi yang pro terhadap iklim investasi, hingga aspek sumber daya manusia.

Daya saing industri merupakan frasa yang tepat dalam menyimpulkan berbagai persiapan yang harus dilakukan oleh pemerintah, pengusaha, dan masyarakat agar Indonesia dapat menjadi negara dengan peringkat ke-10 terbesar di dunia pada 2030. Oleh karena itu, Kompas 100 CEO Forum 2018 hadir dengan tema “Meningkatkan Daya Saing Industri Indonesia” yang menitikberatkan pada dua sub tema, yaitu pengadopsian Revolusi Industri 4.0 dan upaya menjadikan Indonesia negara yang ramah investasi.

Revolusi Industri 4.0

Menurut World Bank, Revolusi Industri 4.0 adalah proses pengambilan keputusan dalam tata kelola perusahaan yang melibatkan teknologi fisik dan digital seperti Big Data Analytics, Artificial Intelligence, Cognitive Technology, dan Internet of Things secara terpadu. Revolusi Industri merupakan cara yang dipercaya dapat meningkatkan efisiensi operasional perusahaan berbasis kualitas produk atau jasa yang baik. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat berkontribusi dalam memaksimalkan Ekspor Netto nasional.

Indonesia Sebagai Negara Yang Ramah Investasi

Selain Ekspor Netto, Investasi merupakan salah satu elemen penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) sebuah negara, baik investasi domestik maupun internasional atau biasa disebut Foreign Direct Investment (FDI). Terdapat dua hal penting yang saat ini masih menjadi perbincangan antara pemerintah dan para pengusaha, yaitu keberlangsungan infrastruktur yang memadai terhadap proses Supply Chain Management dan kebijakan pemerintah serta komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak menyulitkan para investor untuk berinvestasi.

Pre-Event: Finance & Investment Talk

Kompas100 CEO Forum 2018, bekerja sama dengan PT. PLN (Persero) hadir dengan berbagai rangkaian acara yang bertujuan untuk membahas lebih dalam usaha bersama antara pemerintah dan pengusaha dalam meningkatkan daya saing industri nasional. Pada kesempatan kali ini, didukung oleh Bursa Efek Indonesia, Kompas100 CEO Forum mempersembahkan Finance & Investment Talk, sebuah forum dialog yang membahas peluang dan tantangan daya saing industri Indonesia dari sudut pandang dunia keuangan dan investasi. Melalui dialog mendalam ini, pertanyaan mengenai apakah Indonesia ramah investasi atau tidak, beserta peluang dan tantangan agar Indonesia menjadi negara yang ramah investasi,  diharapkan dapat terjawab secara tajam dan objektif.

Acara yang diselenggarakan di main hall Gedung Bursa Efek Indonesia pada 30 Oktober 2018 ini menghadirkan empat pembicara dari berbagai latar belakang. Pembicara-pembicara tersebut antara lain:  Feb Sumandar selaku Direktur Utama PT. Bahasa Securities, David Sumual selaku Chief Economist PT. Bank Central Asia, Vidjongtius selaku Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk, dan Hendrar Prihadi selaku Walikota Semarang. Berbagai macam latar belakang pembicara dihadirkan, mulai dari pengusaha hingga pemerintah, agar pembahasan mengenai daya saing industri nasional yang dilihat melalui perspektif dunia keuangan dan investasi dapat mempertajam dan memperkaya pandangan semua pemangku kepentingan.

Acara dibuka oleh Hasan Fawzi selaku Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia dan Ninuk Mardiana Pambudy selaku Wakil  Pemimpin Redaksi Harian Kompas. Sesi pembukaan membahas peran terlaksananya Finance & Investment Talk  yang sangat tepat mengingat sektor investasi saat ini merupakan salah satu aspek penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga diskusi akan menjadi inspirasi yang sangat berarti untuk seluruh pemangku kepentingan. Hal ini ditandai oleh jumlah perusahaan yang mengikuti proses pencatatan saham dan jumlah investor yang tumbuh secara signifikan sejak kuarter pertama 2018. Tahun ini, terdapat 46 perusahaan yang telah mengikuti proses pencatatan saham dan peningkatan jumlah investor telah mencapai 30% . Hal ini merupakan pertanda baik iklim investasi nasional yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini dan di masa yang akan datang.

Diskusi yang dimoderatori oleh Andreas Maryoto selaku wartawan senior Harian Kompas dimulai dengan perbincangan mengenai definisi ramah investasi sebuah negara. Menurut Feb Sunandar selaku Direktur Utama PT. Bahana Securities, ramah investasi merupakan kondisi ketika para investor dan lembaga terkait memiliki akses yang mudah terhadap informasi yang menjelaskan kondisi iklim investasi pada level mikro maupun makro. Ketika informasi dapat diakses dan dipahami secara holistik, keramahtamahan investasi dapat dirasakan oleh para pemangku kepentingan terutama para investor, walaupun situasi terlihat tidak baik. Sebut saja kondisi politik nasional dan internasional yang cenderung membuat para investor takut untuk berinvestasi. Padahal, ketika melihat kondisi historis masa lalu, terutama sejak terjadi reformasi pada 1998, kondisi politik tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap performa pasar modal. Informasi simpang siur atau informasi yang sulit dipahami membuat iklim investasi nasional seolah-olah tidak ramah sehingga membuat para investor enggan berinvestasi.

Keramahtamahan investasi yang didasari oleh pemahaman terhadap informasi harus diikuti oleh kolaborasi nyata antara pemerintah dan pengusaha. Menurut David Sumual selaku Chief Economist Bank Central Asia, peran pemerintah adalah membuat kebijakan investasi yang memiliki arah orientasi yang jelas agar para pengusaha dapat membuat strategi bisnis yang sesuai dengan arah sebuah kebijakan. Bagi pengusaha, kebijakan pemerintah tersebut harus disambut baik dengan strategi bisnis, seperti pemanfaatan investment diversion yang disebabkan oleh situasi politik antara Amerika Serikat dan China sehingga secara tidak langsung dapat mengalihkan para investor luar negeri untuk berinvestasi di indonesia, tata kelola Supply Chain Management yang profesional sehingga efisiensi operasional dapat tercapai, dan tata kelola Sumber Daya Manusia berbasis peningkatan kompetensi yang dibutuhkan dalam menghadapi tantangan global.

Menurut Vidjongtius selaku Presiden Direktur PT. Kalbe Farma Tbk, tata kelola Supply Chain Management dan Sumber Daya Manusia saja tidak cukup. Kolaborasi dengan dengan pihak eksternal perusahaan dan investasi jangka panjang melalui aktivitas penelitian dan pengembangan sangat diperlukan. Hal ini mengindikasikan bahwa membuat Indonesia ramah investasi bukan hanya tugas pemerintah dan perusahaan, tetapi juga pihak lain seperti komunitas, pemasok, perantara, organisasi nirlaba, dan sebagainya sehingga membentuk sebuah ekosistem terpadu yang memiliki tujuan yang sama, yaitu membuat Indonesia ramah investasi. Jika Indonesia ramah investasi, potensi menjadikan Indonesia sebagai negara produktif dan berdaya saing industri yang sangat mungkin terjadi.

Daya saing industri Indonesia juga harus didukung oleh peran pemerintah yang kuat. Hendrar Prihadi, selaku Walikota Semarang, menuturkan bahwa terdapat tiga hal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membuat daerahnya ramah investasi; yaitu reformasi birokrasi, komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah merupakan kunci keberhasilan, dan peningkatan partisipasi masyarakat untuk membuat perbaikan sangat diperlukan untuk membuat sebuah daerah ramah investasi. Kota Semarang merupakan contoh kota yang melakukan penerapan terhadap ketiga hal tersebut dan telah memperoleh hasil. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang didukung oleh aktivitas investasi yang pada awalnya sebesar 0.9 Triliun pada 2009, melonjak menjadi 20.5 Triliun pada 2017, merupakan hasil nyata yang diperoleh oleh Kota Semarang melalui penerapan ketiga aspek tersebut. Dapat disimpulkan bahwa tanpa peran pemerintahan yang bersih dan partisipasi masyarakat, sulit bagi pengusaha untuk menanamkan modalnya di daerah.

Melalui diskusi Finance & Investment Talk, dapat disimpulkan bahwa peningkatan daya saing industri nasional tidak hanya tugas pemerintah dan pengusaha, tetapi juga masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat diharapkan dapat membentuk sebuah ekosistem terpadu yang dapat memberikan kontribusi nyata terhadap iklim investasi nasional yang berpengaruh terhadap peningkatan daya saing industri Indonesia.