Pemerintah menyebut ekonomi digital di Indonesia bisa menembus Rp 4.500 triliun pada 2030. Namun, ini bisa jadi tidak akan pernah tercapai bila transformasi digital tidak dilakukan “sepenuh hati”.
“Kalau mau tumbuh, itu (transformasi digital) harus disentuh. Jangan sampai potensi yang luar biasa itu dinikmati pihak-pihak dari luar,” kata Direktur Utama PT Telkom Indonesia Ririek Adriansyah dalam CEO Talks #4: Peran Infrastruktur dan Talenta dalam Proses Digitalisasi.
Bagi Telkom, kata Ririek, transformasi digital adalah sebuah keniscayaan. Telkom telah mencanangkannya sejak 2019. Ia percaya bahwa digitalisasi itu akan sangat bermanfaat bagi Indonesia. Apalagi, Indonesia merupakan negara kepulauan yang penduduknya tersebar di berbagai daerah.
Demi mewujudkan transformasi digital, ada tiga misi yang dilakukan Telkom. Pertama, membangun infrastruktur telekomunikasi. “Termasuk membangun platform yang diperlukan, misalnya data center,” ujar Ririek.
Kedua, pengembangan talenta. Di mata Telkom, ada dua macam talenta. Yang pertama, talenta yang akan menjadi pelaksana atau operator dari transformasi digital, sedangkan yang kedua, masyarakat umum yang harus ditingkatkan literasi digitalnya.
Lebih lanjut, Ririek mengatakan bahwa kolaborasi menjadi misi ketiga dalam upaya mewujudkan transformasi digital. “Kita meyakini bahwa di digital ini kita tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Sehingga perlu kolaborasi,” katanya.
Bagi Indonesia, bahkan bagi banyak negara, transformasi itu awalnya terlihat sebagai sesuatu yang “masih jauh”. Namun, pandemi Covid-19 membuat transformasi berjalan lebih cepat dari yang diperkirakan. “Pandemi itu mempercepat 5–7 tahun transformasi digital,” jelasnya.
Meski digitalisasi berjalan lebih cepat selama pandemi, tetap saja masih banyak tantangan yang harus dihadapi agar transformasi digital bisa terwujud sesuai harapan. Tantangan terbesar adalah soal infrastruktur yang menjadi misi nomor satu Telkom. Terutama terkait infrastruktur internet.
Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hingga triwulan I-2022 sudah ada 210 juta penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet atau mencapai 77,02 persen dari total penduduk Indonesia. Rasionya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Penetrasi internet saat ini, lebih baik dari 2020 lalu yang sebesar 73,7 persen, juga dibanding 2018 yang hanya 64,8 persen.
Meski begitu, masih ada ketimpangan penetrasi internet antardaerah. Menurut survei tersebut, penetrasi tertinggi ada di Kalimantan dengan 79,09 persen. Sementara itu, yang terendah ada di Papua dengan 68,03 persen. Itu belum lagi bicara soal kualitas jaringan. Hingga saat ini, penetrasi jaringan 5G di Indonesia masih berada di bawah 2,5 persen. Jauh tertinggal dari Thailand yang sudah di atas 13 persen.
Demi memperluas cakupan akses internet itu, Telkom telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. “Mulai tahun lalu, kami memperluas coverage ke 12 ribu desa,” terang Ririek. Telkom juga harus memastikan bahwa semua sesuai dengan regulasi yang berlaku. “Misalnya terkait perlindungan data pribadi.”
Di sisi lain, Indonesia juga harus percaya diri karena menjadi pasar yang menarik bagi perusahaan-perusahaan besar dunia. Pengguna yang begitu besar itu sekaligus menjadi pasar yang strategis bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mampu menyumbang 60 persen produk domestik bruto (PDB).
*Materi selengkapnya dari CEO Talks #4: Peran Infrastruktur dan Talenta dalam Proses Digitalisasi bisa Anda saksikan dengan meng-klik https://youtu.be/bhweKxK44G4