Menurut kajian yang dilakukan McKinsey Center for Future Mobility, pasar otomotif global sedang mengalami perubahan yang sangat cepat. Kendaraan listrik, baik itu yang berbasis battery electric vehicles (BEVs) maupun plug-in hybrid vehicles (PHEVs) akan menguasai 55 persen dari total produksi kendaraan di tahun 2030. Di tengah pasar global yang terus bertumbuh, dimanakah posisi Indonesia?
Pertanyaan berikutnya yang muncul, apakah Indonesia hanya akan menjadi konsumen kendaraan listrik, atau bisakah Indonesia mengambil peran dalam global supply chain (rantai pasokan dunia)?
“Kami optimis Indonesia bisa menjadi produsen kendaraan dengan emisi karbon rendah dan ramah lingkungan yang berdaya saing global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam rilis resminya.
Pemerintah, kata Agus, serius mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik dari hulu sampai hilir. Indonesia punya cukup sumber daya untuk melakukan itu.
Produksi kendaraan listrik misalnya, saat ini sudah dimulai oleh dua perusahaan BUMN. Yakni PT INKA (Persero) yang memproduksi bus listrik dan PT Wijaya Karya (WIKA) dengan motor listrik Gesits-nya.
Sejumlah produsen otomotif dunia juga telah membuka pabrik mobil listriknya di Indonesia. Di antaranya Wuling yang mulai mengoperasikan pabriknya di Cikarang Agustus lalu.
Air Ev, mobil listrik produksi Wuling merupakan unit completely knocked down (CKD) namun memiliki kandungan komponen lokal sebesar 40 persen.
Selain produksi kendaraan listrik, Indonesia akan mengambil peran besar dalam rantai pasokan baterai. Bahkan, Indonesia punya kans menjadi produsen baterai kendaraan listrik nomor satu dunia.
“Kita punya nikel dan kobalt yang merupakan material penting untuk baterai. Selain itu, ada bauksit yang bisa diolah menjadi aluminium untuk kerangka mobil listrik. Ada pula tembaga yang dibutuhkan untuk baterai dan sistem kabel di mobil listrik,” kata Agus.
Nikel misalnya. Saat ini, Indonesia menjadi produsen nikel nomor satu di dunia. Tahun 2021 lalu, negara ini mampu memproduksi nikel sebanyak 1 juta metrik ton. Sementara cadangan nikel yang sudah diketahui mencapai 21 juta metrik ton.
Untuk membangun ekosistem baterai kendaraan listrik, pemerintah Indonesia telah membentuk sebuah perusahaan induk, yakni Indonesia Battery Corporation (IBC). Ada empat perusahaan yang tergabung sekaligus menjadi pemegang saham IBC. Yakni PT Mining Industry Indonesia (MIND ID), PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan PT Aneka Tambang Tbk.
PT Antam dan MIND ID akan mengelola industri hulu. Sementara PT Pertamina dan PT PLN mengelola industri hilirnya.
Seperti dilansir situs resmi IBC, indonesiabatterycorp.com, industri hulu ke hilir yang dikelola itu mencakup mulai dari eksploitasi bijih nikel dan kobalt, produksi katoda hingga sel baterai, serta produksi kendaraan listrik.
Selain itu, IBC juga akan membangun stasiun-stasiun pengisian daya, serta membangun pabrik daur ulang baterai listrik.
“Pemerintah menargetkan pada tahun 2024 nanti mobil-mobil listrik yang diproduksi di Indonesia sudah menggunakan baterai listrik dan komponen penting yang diproduksi di dalam negeri,” ujar Agus.